17 September 2008

Rekonseptualisasi Gerakan Makan Ikan:
Tinjauan Dimensi Sosial-Ekonomi


Apabila ditinjau dari segi geografis dan potensi perikanan yang dimiliki, sepantasnyalah Bangsa ini dijuluki sebagai negara Bahari. Namun sayang, keunggulan alam yang dimiliki belumlah diikuti oleh budaya masyarakatnya dalam mengkonsumsi ikan. Fakta ini tercermin dari rendahnya tingkat konsumsi ikan nasional, 26,0 kg/kapita/tahun (DKP, 2008), atau cenderung lebih kecil dibandingkan tingkat konsumsi ikan pada beberapa negara maju, seperti Jepang (110 kg/kapita/tahun), Korea Selatan (85 kg/kapita/tahun), Malaysia (45 kg/kapita/tahun), dan Thailand (35 kg/kapita/tahun).

Fenomena di atas sepantasnyalah menjadi renungan bersama, khususnya insan perikanan bahwasannya upaya untuk menumbuhkembangkan budaya makan ikan belumlah tercapai. Padahal apabila kita coba berpikir ke depan, sebenarnya menggerakan budaya mengkonsumsi ikan di masyarakat adalah bagian pemerintah dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa. Coba kita tengok kebelakang, Program Gemar Makan Ikan sebenarnya telah dicanangkan pemerintah medio tahun 1996, era Presiden Soeharto, bahkan pada tanggal 30 Mei 2002 dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan, kembali Presiden Megawati Soekarnoputri menyampaikan pentingnya Gerakan Makan Ikan sebagai wujud identitas bangsa dalam memanfaatkan sumberdayanya secara optimal, sekaligus mencerdaskan masyarakatnya. Kedua momentum di atas, setidaknya menjadi “payung” politis dalam menggagas pentingnya dilaksanakan gerakan makan ikan sebagai program nasional yang perlu diimplementasikan di masyarakat secara luas, tidak terbatas hanya pada legitimasi publik.
Rendahnya tingkat konsumsi ikan tersebut, menurut Departemen Kelautan dan Perikanan disebabkan karena beberapa hal, antara lain : (1) masih rendahnya minat masyarakat untuk makan ikan yang disebabkan hambatan sosial-budaya ; (2) ketersediaan ikan yang tidak merata dan kontinu di setiap wilayah ; (3) mutu produk yang tersedia masih sangat rendah ; (4) terbatasnya diversifikasi produk olahan ; dan (5) sarana dan distribusi pemasaran sangat terbatas atau sangat minim baik kualitas, dan kuantitasnya. Oleh karenanya, diperlukan strategi operasional guna mendukung program dimaksud, sehingga gerakan makan ikan tidak terbatas pada slogan, namun menjadi sebuah budaya yang mengakar ditengah-tengah masyarakat. Untuk menuju ke arah tersebut, setidaknya perlu disiapkan beberapa instrumen yang dapat mengatasi beberapa hambatan di atas, seperti dukungan kebijakan pemerintah, sosialisasi dan publikasi konsumsi ikan dengan melibatkan tokoh masyarakat, pengembangan usaha perikanan berbasiskan potensi daerah guna mencukupi kebutuhan daerah bersangkutan, pelatihan dan penyuluhan diversifikasi produk serta mutu hasil perikanan, dan penyediaan sarana trasportasi yang disesuaikan dengan karakteristik ikan sebagai sumberdaya yang bersifat high risk karena mudah busuk. Untuk mengimplementasikan langkah tersebut, patut kiranya gerakan makan ikan didukung oleh kebijakan sektor lainnya. Kenapa? karena membangun dan mencerdaskan bangsa merupakan tanggung jawab bersama sebagaimana yang telah termuat dalam UUD 1945.


Gerakan, Wahana Membangun Budaya
Gerakan yang diartikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik sesuai yang diinginkan dalam waktu yang relatif singkat, selama ini umumnya cenderung bersifat sesaat, atau dalam arti kata gerakan cenderung mengutamakan acara seremonialnya, dibandingkan sasaran yang hendak dicapai. Akibatnya, gerakan yang dicanangkan bersifat tidak mengakar karena tidak diikuti dan didukung oleh masyarakatnya. Disamping, tatanan konseptualnya lebih bersifat top down serta tidak adanya pemberdayaan tokoh masyarakat dalam proses sosialisasinya, sehingga gerakan lebih banyak disuarakan, dibandingkan dilakukan. Fakta di atas, satu diantaranya tercermin dari rendahnya prosentase peningkatan tingkat konsumsi ikan nasional, dibandingkan beberapa negara lain, bahkan sebagian masyarakat Jawa percaya, “makan ikan dapat menyebabkan cacingan” masih belum sepenuhnya pupus.
Berpijak pada kondisi di atas, perlu kiranya dilakukan reorientasi konsep dalam mengimplementasikan sebuah gerakan, sehingga gerakan yang akan kita bangun mampu menjadi stimulator lahirnya budaya baru, menggiring masyarakat pada nilai-nilai budaya baru yang bernilai positif dengan tetap menghargai nilai-nilai lokal. Untuk mewujudkannya, diperlukan waktu dan kajian yang dilandasi semangat ilmiah, kontinuitas inovasi produk, pendayagunaan peran public relation serta pelibatan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat. Cobalah tengok keberhasilan produsen ayam goreng asal Amerika Serikat – Mc Donald, Kentucky Fried Chicken (KFC) dan California Fried Chicken (KFC) - dalam waktu yang relatif singkat menjadi budaya baru di masyarakat Indonesia, bahkan produk “contekannya” dapat dijumpai di berbagai pinggir jalan, akhirnya produk ayam goreng dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Terobosan yang dilakukan oleh produsen ayam goreng asal Negara Paman Sam tersebut, seyogyanya menjadi acuan dalam menciptakan budaya baru, budaya dalam mengkonsumsi ikan di masyarakat Indonesia. Sosialisasi dan publikasi seputar ikan haruslah dilakukan secara kontinu dan dalam waktu panjang serta ditangani pihak yang profesional, yang mana akhirnya citra positif akan pentingnya mengkonsumsi ikan dapat terbentuk di masyarakat. Selama proses sosialisasi dan publikasi berlangsung, perlu kiranya disiapkan beberapa atribut penting lainnya, seperti kontinuitas ketersediaan produk, keseimbangan lingkungan dalam produksi, diversifikasi olahan, isolasi dan counter isu negatif produk yang tidak bertanggungjawab, jaminan mutu produk, variatif harga dan kelancaran distrubusi, sehingga hambatan-hambatan tersebut tadi tidak “menjegal” pelaksanaan gerakan.

Pentingnya Dukungan Lintas Sektoral
Rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan sebagai menu utama dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari beberapa kendala di atas, sehingga pemahaman nilai konsumsi ikan hanya dipandang semata kepentingan individual. Padahal, ada kepentingan lain yang jauh lebih besar dari itu, yakni upaya menyehatkan dan mencerdaskan masyarakat Indonesia dari “rakusnya” mengkonsumsi ikan. Dalam arti kata, dicanangkannya gerakan makan ikan tidak terbatas pada tugas Departemen Kelautan dan Perikanan (sebelumnya Direktorat Jenderal Perikanan, Deptan), namun menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh sektor yang terkait. Apabila diinventarisasi, setidaknya terdapat beberapa sektor yang kiranya sangat terkait dengan pelaksanaan gerakan makan ikan, seperti Menko Kesra, Menko Perekonomian, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja dan Trasmigrasi, Departemen Dalam Negeri serta Pemerintah Daerah, baik propinsi maupun kabupaten. Kesemuanya memiliki tanggung jawab yang sama terhadap keberlangsungan dari pelaksanaan gerakan makan ikan, karena meningkatnya konsumsi ikan nasional, berarti kecerdasan masyarakat meningkat, kesehatan masyarakat lebih terjamin, sumberdaya perikanan dapat dioptimalkan pemanfaatannya dan penyerapan kebutuhan ikan di tengah-tengah masyarakat meningkat, disamping tenaga kerja yang mengelolanya secara tidak langsung akan mengalami peningkatan.
Dukungan sektor lain terhadap gerakan makan ikan dapat disesuaikan dengan tugas pokoknya, seperti Departemen Tenaga Kerja dan Trasmigrasi menyeruhkan kepada kalangan perusahaan untuk dapat menyediakan menu ikan minimal 2 kali dalam seminggu, arahan Departemen Pendidikan Nasional kepada para pelajar untuk mengkonsumsi ikan, Departemen Kesehatan mensosialisasikan pentingnya makan ikan bagi generasi muda dan ibu hamil, serta Menko Ekuin dan Menko Kesra menyeruhkan kepada masyarakat, bahwasannya keterbatasan daging dalam negeri pada peringatan hari-hari besar dapat dieliminasi dengan pengadaan stock ikan nasional. Untuk menuju hal di atas, sepantasnyalah apabila sekarang ini produk ikan ditetapkan pemerintah sebagai menu nasional.

Tinjauan Dimensi Sosial-Ekonomi
Gerakan mengkonsumsi ikan di masyarakat, pada dasarnya dapat ditinjau dari dua dimensi, yakni dimensi sosial dan dimensi ekonomi, yang mana keduanya saling menguatkan satu sama lain. Dilihat dari sudut sosial, meningkatnya konsumsi ikan nasional berarti dapat menjadi salah satu indikator, bahwasannya kesadaran masyarakat akan manfaat mengkonsumsi ikan telah terbangun, dan upaya meminimalkan “jurang pemisah” antara masyarakat “kelas” atas dan bawah terwujud. Kenapa? Ikan dapat dikonsumsi dari berbagai lapisan, masyarakat dapat menikmatinya dalam berbagai jenis, ukuran dan aneka rasa. Sejatinya, gerakan makan ikan mampu mendorong masyarakat untuk lebih menghargai para pelakunya yang bergerak di sektor perikanan.
Penyediaan produk perikanan dalam jumlah besar masih sangatlah terbuka, sehingga sangatlah tepat apabila pemerintah menempatkan perikanan sebagai prime mover pembangunan nasional. Kenapa? Hal ini dilandasi pada beberapa argumen, yakni 2/3 wilayahnya meliputi perairan, sebagian besar masyarakat tinggal di wilayah pesisir, biodiversity perikanan tinggi, dan introduksi teknologi perikanan terus mengalami peningkatan. Artinya, misi para pendiri bangsa, pendayagunaan potensi sumberdaya alam (laut) untuk kemakmuran rakyat tertanam dalam sektor ini. Pendayagunaan sumberdaya laut (ikan), meminimalisasi ketergantungan bangsa ini dari produk luar, juga kekhawatiran berkurangnya penyerapan produk perikanan nasional karena adanya UU Bioterorisme, isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 1400), isu property right, isu responsible fisheries, isu precouteonary approach, isu Hak Azasi Manusia dan isu ketenagakerjaan dapat dihadapi karena tingginya penyerapan akan kebutuhan ikan dalam negeri, disamping kecerdasan, kekuatan dan kesehatan anak bangsa meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi ikan di masyarakat. Akankah impian ini terwujud? Semuanya kembali pada diri kita, seberapa tahukah? pentingkah? mampukah? masyarakat akan manfaat yang diperoleh dari mengkonsumsi ikan. Artinya, gerakan makan ikan haruslah menjadi gerakan yang “membumi”, bukan sebatas paksaan, namun sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat…







0 komentar: