17 September 2008

Bangkitnya Industri Tuna Nasional

Indonesia merupakan pemilik sumber daya tuna, pemanfaat tuna dan pengelola tuna. Namun, pengelolaannya memiliki beberapa hambatan sehingga produktivitas industri tuna nasional lebih rendah bila dibandingkan dengan negara lainnya yang tidak memiliki sumberdaya, seperti Taiwan, Jepang dan Thailand.

Angin segar pun kembali diterima para pengusaha eksportir tuna Indonesia. Penyebabnya, Uni Eropa (UE) telah mencabut kebijakan larangan impor sementara tuna asal Indonesia. Hal ini karena pihak Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah berhasil membuktikan tidak semua tuna asal Indonesia berkadar histamin tinggi.
Indonesia dalam meningkatkan mutu perikanan, termasuk perikanan tuna telah melaksanakan sistem rantai dingin (cold chain system-CCS) sebagai solusi untuk mencegah terurainya kadar histamin di kulit tuna yang dilakukan para importir tuna, namun pelaksanaannya masih jauh dari sempurna. Dalam upaya mendukungnya, DKP memberikan pinjaman lunak bagi nelayan tradisional untuk dapat membeli kotak pendingin ikan (cool box) sebagai sarana untuk peningkatan mutu hasil tangkapan. Selain itu, juga dilakukan pendirian beberapa tempat pendaratan ikan yang telah memenuhi syarat kehigienisan.

Industri Tuna Nasional
Hingga Juni 2005, Indonesia masih memiliki kuota ekspor tuna kaleng dengan tujuan UE mencapai lebih dari 2.500 ton. UE menetapkan tarif bea masuk impor tuna kaleng sebesar 14%, potensi pasar tuna di UE dari tahun ke tahun semakin membesar, dan saat ini kapitalisasi pasarnya mencapai sekitar US$ 200 juta. Dari total kuota impor tuna beku UE sebanyak 25.000 ton, impor tuna beku Indonesia baru mencapai 2.750 ton atau berkisar 11%, jauh bila dibandingkan total produksi dari Thailand yang sebesar 13.000 ton atau mendominasi hampir 52% dari total impor tuna beku yang dibutuhkan negara UE.
Namun, produk tuna Indoanesia boleh agak berbesar hati seiring dengan keinginan investor dari Singapura dan Australia yang berminat menginvestasikan uangnya dalam bidang industri penangkapan tuna di Perairan Sumatera Barat. Bahkan, keduanya telah menyatakan minatnya untuk menanamkan investasi dan telah melihat secara langsung potensi perikanan di Sumatera Barat serta akan segera merealisasikannya dalam waktu dekat ini.
Untuk itu, seyogyanya pola pembangunan industri perikanan dimasa yang akan datang terutama ikan tuna harus lebih berorientasi pada ketersediaan sumber daya. Disamping itu juga diperlukan kesamaan visi dan misi dari seluruh stakeholders industri perikanan dalam upaya mewujudkan cita-cita pembangunan perikanan nasional melalui peningkatan produktivitas, kontribusi devisa serta kesejahteraan masyarakat pesisir sebagai pelaku usaha langsung. Kesamaan pemanfaatan sumber daya perikanan secara berkelanjutan inilah yang diyakini dapat menciptakan industri tuna yang tangguh serta mampu bersaing di dunia internasional atau pasar global.

Komisi Tuna Nasional
Dalam rangka meningkatkan produktivitas industri tuna nasional serta mengatasi beragam masalah, tuntutan terhadap suatu badan maupun organisasi yang menangani masalah tuna sangatlah diperlukan. Karenanya, pemerintah membentuk Komisi Tuna Indonesia (KTN) yang salah satunya bertugas untuk mengatasi berbagai hambatan ekspor tuna ke manca negara. Komisi Tuna Nasional merupakan suatu lembaga koordinasi yang menangani permasalahan industri tuna secara komprehensif dan sistematik serta mampu berkoordinasi dengan seluruh stakeholders tuna nasional. Lembaga ini bersifat non structural dan bertanggung jawab kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta beranggotakan seluruh stakeholders yang memahami kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan tuna secara global.
Lembaga ini mempunyai visi sebagai institusi yang efisisen dan efektif dalam mendorong pengembangan industri tuna nasional yang berbasis pada konsep kemitraan antara seluruh stakeholders industri tuna sehingga dapat bersaing dalam industri tuna secara global. Sedangkan misinya adalah mengembangkan sistim industri perikanan tuna melalui perumusan kebijakan produksi dan kebijakan riset serta pengembangan yang terkait dengan industri tuna, meningkatkan daya saing industri tuna nasional dalam kontek tidak hanya sebagai pemiliki saja, tetapi juga mampu menjadi pemanfaat dan pengolah yang memiliki daya saing secara global.
Disamping itu, para stakeholders juga berharap agar KTN dapat melobi untuk mengantisipasi terjadinya masalah, terutama hambatan dalam perdagangan internasional serta membantu kelancaran untuk ekspor tuna dari Indonesia.

Kota Tuna

Sebagai wujud nyata dari pembentukan KTN, kawasan Perairan Bitung Tengah, Sulawesi Utara yang dikenal dengan hasil tunanya diarahkan untuk dapat ditetapkan sebagai Kota Tuna Indonesia. Dengan kapasitas 1.000 ton per hari, kota ini diyakini dapat menyaingi Kota General Santos di Filipina yang baru mencapai 800 ton per hari, apalagi bila didukung dengan sarana pendaratan, pengolahan dan fasilitas transportasi sehingga para nelayan dan eksportir memiliki kemudahan dalam memasarkan tuna dengan harga yang baik.
Potensi ikan tuna yang ada di sekitar perairan kota Bitung cukup besar, namun saat ini para nelayan justru lebih banyak menjual hasil tangkapannya ke General Santos yang terletak di Pulau Miandano, Filipina Selatan. Kecenderungan menjual tuna ke Filipina karena sarana dan prasarana pelabuhan di General Santos cukup lengkap dan harga jualnya lebih baik. Ironisnya, sekitar 75 persen pasokan ikan tuna ke General santos justru berasal dari Perairan Bitung.
Potensi tuna, baik segar maupun olahan masih sangat terbuka untuk diekspor ke negara As, Jepang, Jerman dan Prancis, apalagi potensi pasar keempat negara tersebut belum dapat dipenuhi karena kendala sarana pelabuhan dan transportasi yang sangat terbatas. Untuk itu, pemerintah saat ini telah mengalokasikan dana sekitar Rp.300-350 miliar guna pembangunan sejumlah sarana, mulai dari pelabuhan pendaratan, fasilitas pengolahan, pendukung pelabuhan container hingga pelabuhan udara. Kedepan, Bitung tidak hanya mengekspor tuna olahan tetapi juga meningkatkan ekspor tuna segar dengan prediksi devisa yang dapat dihasilkan dari kota tuna ini dapat mencapai Rp 8-9 triliun per tahunnya. Tentunya akan tercapai, bila rata-rata kapasitas per hari 1.000 ton atau 300.000 ton per tahun dengan harga rata-rata tuna segar US$ 3 – US$ 4 per kg. Semoga!

0 komentar: